Kumpulan Puisi Gus Mus (KH. Mustofa Bisri)-Seorang Penyair Indonesia
Gus Mus sendiri selain terkenal sebagai penyair, ia merupakan seorang cendekiawan asal Indonesia yang telah melahirkan ratusan puisi.
Khas dari puisi Gus Mus ini tidak hanya nyaman didengar saat dibacakan, malainkan begitu syarat akan makna yang terkandung di dalamnya.
Penasaran apa saja puisi Gus Mus yang penuh dengan makna? Simak uraian artikel ini lebih lanjut,
Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana
Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka, kau memilihkan untukku segalanya
Kau suruh aku berpikir, aku berpikir kau tuduh aku kapir
Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai
Kau bilang jangan banyak tingkah, aku diam saja kau waspadai
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip, aku memegang prinsip kau tuduh aku kaku
Kau suruh aku toleran, aku toleran kau bilang aku plin-plan
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju, aku mau maju kau selimpung kakiku
Kau suruh aku bekerja, aku bekerja kau ganggu aku
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa, khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa
Kau suruh aku mengikutimu, langkahmu tak jelas arahnya
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum, kebijaksanaanmu menyepelekannya
Aku kau suruh berdisiplin, kau menyontohkan yang lain
Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat, kau sendiri memanggil-manggilNya dengan pengeras suara setiap saat
Kau bilang kau suka damai, kau ajak aku setiap hari bertikai
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun, aku membangun kau merusakkannya
Aku kau suruh menabung, aku menabung kau menghabiskannya
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah, sawahku kau tanami rumah-rumah
Kau bilang aku harus punya rumah, aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah
Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi, permainan spekulasimu menjadi-jadi
Aku kau suruh bertanggung jawab, kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam Bisshowab
Kau ini bagaimana
Kau suruh aku jujur, aku jujur kau tipu aku
Kau suruh aku sabar, aku sabar kau injak tengkukku
Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku, sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu
Kau bilang kau selalu memikirkanku, aku sapa saja kau merasa terganggu
Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah, aku bicara kau bilang aku ceriwis
Kau bilang jangan banyak bicara, aku bungkam kau tuduh aku apatis
Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau marah
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana
Rembang-1987-
Puisi: Jadi Apa Lagi (Karya Mustofa Bisri)
Apalagi
yang bisa kita lakukan
bila kepentingan lepas dari kendali
hak lepas dari tanggung jawab
perilaku lepas dari rasa malu
pergaulan lepas dari persaudaraan
akal lepas dari budi?
Apalagi
yang bisa kita lakukan
bila pernyataan lepas dari kenyataan
janji lepas dari bukti
hukum lepas dari keadilan
kebijakan lepas dari kebijaksanaan
kekuasaan lepas dari koreksi?
Apalagi
yang bisa kita lakukan
bila kata kehilangan makna
kehidupan kehilangan sukma
manusia kehilangan kemanusiaannya
agama kehilangan Tuhan-nya?
Apalagi, saudara
yang bisa
kita lakukan?
Allah,
kalau saja itu semua
bukan kemurkaan dari-Mu terhadap kami
kami tak peduli.
Rembang, 1998
Puisi: Sajak Cinta (Karya Mustofa Bisri
Cintaku kepadamu belum pernah ada contohnya
cinta Romeo kepada Juliet, si Majnun Qais kepada Laila
belum apa-apa
temu-pisah kita lebih bermakna
dibanding temu-pisah Yusuf dan Zulaikha
rindu-dendam kita melebihi rindu dendam Adam Hawa
Aku adalah ombak samuderamu
yang lari-datang bagimu
hujan yang berkilat dan berguruh mendungmu.
Aku adalah wangi bungamu
luka berdarah-darah durimu
semilir sampai badai anginmu.
Aku adalah kicau burungmu
kabut puncak gunungmu
tuah tenungmu.
Aku adalah titik-titik hurufmu
huruf-huruf katamu
kata-kata maknamu.
Aku adalah sinar silau panas
dan bayang-bayang hangat mentarimu
bumi pasrah langitmu.
Aku adalah jasad ruhmu
fayakun kunmu
aku adalah a-k-u
k-a-u
mu.
Rembang, 30/9/1995
Puisi Gus Mus; Bila Kutitipkan
Bila kutitipkan dukaku pada langit
Pastilah langit memanggil mendung
Bila kutitipkan resahku pada angin
Pastilah angin menyeru badai
Bila kutitipkan geramku pada laut
Pastilah laut menggiring gelombang
Bila kutitipkan dendamku pada gunung
Pastilah gunung meluapkan api. Tapi
Kan kusimpan sendiri mendung dukaku
Dalam langit dadaku
Kusimpan sendiri badai resahku
Dalam angin desahku
Kusimpan sendiri gelombang geramku
Dalam laut pahamku
Kusimpan sendiri.
Puisi: Aku Tak Akan Memperindah Kata-kata (Karya Mustofa Bisri)
Aku tak akan memperindah kata-kata
Karena aku hanya ingin menyatakan
Cinta dan kebenaran.
Adakah yang lebih indah dari
Cinta dan kebenaran
Maka memerlukan kata-kata indah?
Aku Merindukanmu, O, Muhammadku
Aku merindukanmu, o, Muhammadku
Sepanjang jalan kulihat wajah-wajah yang kalah
Menatap mataku yang tak berdaya
Sementara tangan-tangan perkasa
Terus mempermainkan kelemahan
Airmataku pun mengalir mengikuti panjang jalan
Mencari-cari tangan
Lembut-wibawamu
Dari dada-dada tipis papan
Terus kudengar suara serutan
Derita mengiris berkepanjangan
Dan kepongahan tingkah-meningkah
Telingaku pun kutelengkan
Berharap sesekali mendengar
Merdu-menghibur suaramu
Aku merindukanmu, o. Muhammadku
Ribuan tangan gurita keserakahan
Menjulur-julur kesana kemari
Mencari mangsa memakan korban
Melilit bumi meretas harapan
Aku pun dengan sisa-sisa suaraku
Mencoba memanggil-manggilmu
O, Muhammadku, O, Muhammadku!
Dimana-mana sesama saudara
Saling cakar berebut benar
Sambil terus berbuat kesalahan
Qur'an dan sabdamu hanyalah kendaraan
Masing-masing mereka yang berkepentingan
Aku pun meninggalkan mereka
Mencoba mencarimu dalam sepi rinduku
Aku merindukanmu, O, Muhammadku
Sekian banyak Abu jahal Abu Lahab
Menitis ke sekian banyak umatmu
O, Muhammadku - selawat dan salam bagimu -
bagaimana melawan gelombang kebodohan
Dan kecongkaan yang telah tergayakan
Bagaimana memerangi
Umat sendiri? O, Muhammadku
Aku merindukanmu, o, Muhammadku
Aku sungguh merindukanmu
Untuk ali jabbar dan usman awam
Aku Masih Sangat Hafal Nyanyian Itu (Gus Mus)
Aku masih sangat hafal nyanyian itu
Nyanyian kesayangan dan hafalan kita
bersama
Sejak kita di sekolah rakyat
Kita berebut lebih dulu
menyanyikannya
Ketika anak-anak disuruh
Menyanyi di depan klas
satu-persatu
Aku masih ingat betapa kita gembira
Saat guru kita mengajak
menyanyikan lagu itu
bersama-sama
Sudah lama sekali
Pergaulan sudah tidak
seakrab dulu
Masing-masing sudah terseret kepentingannya sendiri
Atau
tersihir pesona dunia
Dan kau kini entah di mana
Tapi aku masih sangat
hafal nyanyian itu, sayang
Hari ini ingin sekali aku menyanyikannya
kembali
Bersamamu
Indonesia
tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Selalu
dipuja-puja bangsa
Di sana tempat lahir beta
Dibuai dibesarkan
bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup
mata
Aku merindukan rasa haru dan iba
Di tengah kobaran kebencian
dan dendam
Serta maraknya rasa tega
Hingga kini ada saja yang mengubah
lirik lagu
Kesayangan kita itu
Dan menyanyikannya dengan nada
sendu
Indonesia air mata kita
Bahagia menjadi nestapa
Indonesia kini tiba-tiba
Selalu
dihina-hina bangsa
Di sana banyak orang lupa
Dibuai kepentingan
dunia
Tempat bertarung merebut kuasa
Sampai entah kapan
akhirnya
Sayang, di manakah kini kau
Mungkinkah kita bisa menyanyi
bersama lagi
Lagu kesayangan kita itu
Dengan akrab seperti
dulu
Rembang, 2000
NASIHAT RAMADHAN (BUAT MUSTOFA BISRI)
Oleh: KH A Mustofa Bisri
Mustofa,
Jujurlah pada dirimu sendiri mengapa kau selalu mengatakan
Ramadlan bulan ampunan apakah hanya menirukan Nabi
atau dosa-dosamu dan harapanmu yang berlebihanlah yang
menggerakkan lidahmu begitu.
Mustofa,
Ramadlah adalah bulan antara dirimu dan Tuhanmu. Darimu hanya
untukNya dan Ia sendiri tak ada yang tahu apa yang akan dianugerahkanNya
kepadamu. Semua yang khusus untukNya khusus untukmu.
Mustofa,
Ramadlan adalah bulanNya yang Ia serahkan padamu dan bulanmu
serahkanlah semata-mata padaNya. Bersucilah untukNya. Bersalatlah
untukNya. Berpuasalah untukNya. Berjuanglah melawan dirimu sendiri untukNya.
Sucikan kelaminmu. Berpuasalah.
Sucikan tanganmu. Berpuasalah.
Sucikan mulutmu. Berpuasalah.
Sucikan hidungmu. Berpuasalah.
Sucikan wajahmu. Berpuasalah.
Sucikan matamu. Berpuasalah.
Sucikan telingamu. Berpuasalah.
Sucikan rambutmu. Berpuasalah.
Sucikan kepalamu. Berpuasalah.
Sucikan kakimu. Berpuasalah.
Sucikan tubuhmu. Berpuasalah.
Sucikan hatimu.
Sucikan pikiranmu.
Berpuasalah.
Sucikan dirimu.
Mustofa,
Bukan perut yang lapar bukan tenggorokan yang kering yang
mengingatkan kedlaifan dan melembutkan rasa.
Perut yang kosong dan tenggorokan yang kering ternyata hanya penunggu
atau perebut kesempatan yang tak sabar atau terpaksa.
Barangkali lebih sabar sedikit dari mata tangan kaki dan kelamin, lebih tahan
sedikit berpuasa tapi hanya kau yang tahu
hasrat dikekang untuk apa dan siapa
Puasakan kelaminmu untuk memuasi Ridla
Puasakan tanganmu untuk menerima Kurnia
Puasakan mulutmu untuk merasai Firman
Puasakan hidungmu untuk menghirup Wangi
Puasakan wajahmu untuk menghadap Keelokan
Puasakan matamu untuk menatap Cahaya
Puasakan telingamu untuk menangkap Merdu
Puasakan rambutmu untuk menyerap Belai
Puasakan kepalamu untuk menekan Sujud
Puasakan kakimu untuk menapak Sirath
Puasakan tubuhmu untuk meresapi Rahmat
Puasakan hatimu untuk menikmati Hakikat
Puasakan pikiranmu untuk menyakini Kebenaran
Puasakan dirimu untuk menghayati Hidup.
Tidak.
Puasakan hasratmu
hanya untukHadliratNya!
Mustofa,
Ramadlan bulan suci katamu, kau menirukan ucapan Nabi atau kau telah
merasakan sendiri kesuciannya melalui kesucianmu.
Tapi bukankah kau masih selalu menunda-nunda menyingkirkan kedengkian
keserakahan ujub riya takabur dan sampah-sampah lainnya yang mampat dari
comberan hatimu?
Mustofa,
inilah bulan baik saat baik untuk kerjabakti membersihkan hati.
Mustofa,
Inilah bulan baik saat baik untuk merobohkan berhala dirimu
yang secara terang-terangan dan sembunyi-sembunyi
kau puja selama ini.
Atau akan kau lewatkan lagi kesempatan ini
seperti Ramadlan-ramadlan yang lalu.
Puisi: Buah Mata (Karya Mustofa Bisri)
Sekali pancar cintamu melepas-luncurkan
ratusan juta makhluk hidup yang tak kasat mata
berlomba berenang di garba istrimu yang tercinta
berebut mahkota yang membuahkan buah mata.
Ikutlah sesekali meluncur berenang
dalam sungai cintamu
sampai ke garba kehidupan
lihatlah proses agung penciptaan anakmu yang dahsyat
wahai alangkah rumit wahai alangkah ajaib
wahai alangkah wahai...
Nuthfah jadi darah, darah jadi daging
kaukah yang menjadikan kulit membalut daging?
Daging membalut tulang, tulang membalut sum-sum
kaukah yang membalut?
Otot-otot, urat-urat, syaraf-syaraf,
Reseptor-reseptor, kelenjar-kelenjar, sel-sel
Bulu-bulu, rongga-rongga, pori-pori
Usus-usus, paru-paru, mata, hidung, telinga
Mulut, limpa, ginjal, kelamin, dubur, jantung,
Otak, hati, ruh.
Lihatlah, air cinta yang kau tumpahkan bagai hujan tumpah ke bumi
Bumi membelah diri bagi suatu kelahiran
Kau tak meniupkan ruh, tak meniupkan cipta
Bagaimana anakmu mampu hidup dan mencipta?
Kau tak memasang indera tak memasang anggota
Bagaimana anakmu mampu mengindera dan nyata?
Kau tak menitipkan rasa tak menitipkan kata
Bagaimana anakmu mampu merasa dan berkata?
Kau tak menitipkan benci tak menitipkan cinta
Bagaimana anakmu mampu membenci dan mencinta?
Kau tak menitipkan senyum tak menitipkan air mata
Bagaimana anakmu mampu tersenyum dan mengucurkan air mata?
Kau tak meniupkan apa-apa, tak menitipkan apa-apa
Karena memang kau seperti anakmu juga
Sejak mula tak memiliki apa-apa
Bagaimana kau mengaku segala apa
Kau tahu, pemiliknya Yang Sejati menitip-amanatkan padamu
Dan tak pernah berhenti mengawasimu
Posting Komentar untuk "Kumpulan Puisi Gus Mus (KH. Mustofa Bisri)-Seorang Penyair Indonesia"