Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Puteri Bungsu yang Suci-Sayyidah Fatimah binti Nabi Muhammad SAW

Kehidupan Fatimah Az-Zahra di penuhi dengan keberkahan. Sejak usia dini terlahir Sayyidah Fatimah az Zahra dari kedua orang tua yang mulia, ibunya Sayyidah Khadijah binti khuwailid dan ayahnya sayyiduna Muhammad Saw di iringi dengan kebahagian, cinta, kasih sayang, serta kelembutan dari saudara-saudaranya. Fatimah tumbuh di rumah kenabian. Ia berada dalam pemeliharaan langsung sang ayah dan terjaga dalam suasana kelapangan jiwa. Tak lama sang Kaka yang senantiasa mengasihinya Zainab menikah dengan Abul 'Ash bin ar-Rabi'dan pindah kerumah suaminya. Tentu Fatimah merasa sedih, namun ia masih memiliki dua kakanya, Ruqayyah dan Ummu Kultsum. Tak berlangsung lama, kedua kakanya pun dilamar oleh dua putra abu lahan yaitu Utbah dan Utaibah. Diriwayat bahwa Fatimah menangis tatkala Ruqayyah dan Ummu Kultsum menikah. Sang bunda bertanya "apa yang menyebabkan kamu menangis, wahai putriku?" Ia menjawab, "Jangan biarkan seseorang mencabut aku dari mu, wahai ibu dan ayahku". Sungguh aku tak mampu untuk berpisah dari kalian berdua." Tersenyumlah Khadijah mendengar ucapan putrinya itu. Dengan penuh kasih sayang, sang bunda berkata "engkau takkan meninggalkan kami, Fatimah, kecuali jika engkau menginginkannya."

Fatimah tumbuh berkembang diantara orang tua yang mulia. Ia menjadikan ayah ibunya sebagai figur utama teladan terbaik dalam kehidupannya. 


Setelah Sayyidah Fatimah berusia 5 tahun, turun lah Wahyu kepada nabi Saw, maka berubah lah kehidupannya menjadi sangat berbeda dari kehidupan anak2 di usianya. Ia melihat perubahan ini, mengapa banyak orang yang mencaci ayahnya, mengapa setiap keluar rumah terdapat duri di depan pintu. Hingga pada suatu ketika ia mendapati ketika Rasulullah sedang sujud di depan Ka'bah datang ukbah bin Mu'ait menginjak leher Rasulullah Saw dengan kakinya hingga hampir saja  beliau terbunuh karenanya, maka datanglah Fatimah Az-Zahra mendorongnya sambil menangis dan berteriak "Ayah ku... Ayah ku....". Maka nabi membawanya pulang ke rumah dengan kepala beliau yang di penuhi dengan debu, maka anak kecil tadi membersihkan rambut ayahnya sambil ia menangis, berkata nabi Saw kepadanya "Janganlah engkau menangis wahai anakku, sesungguhnya agama ayahmu akan tersebar seperti matahari".


Fatimah Az-Zahra tumbuh dengan kuat dan menakjubkan. Kehidupannya dihiasi dengan kebahagiaan dan kesedihan. Ia masuk ke dalam masyarakat bersama ibunya ketika itu ia masih berusia belasan tahun. Ketika itu ia sempat merasa kelaparan hingga perutnya tertekan ke dalam karena itu dan kurus sekali. Hingga pada saat ibunya Sayyidah Khadijah sakit Fatimah bersama saudaranya Ummu kultsum merawatnya dengan penuh kelembutan. Setelah sakit lama akhirnya Sayyidah Khadijah pun meninggal dunia dalam keadaan lapar dan lelah di saat umur Fatima sekitaran 14 atau 15 tahun. Dari situ ia menanggu beban karena seorang ayah memerlukan seseorang yang bisa diandalkan. Saudaranya Zainab sudah menikah, Ruqoyyah berada di Habasyah, hingga yg tersisa adalah Ummu kulsum yang membantunya mengurus rumah.


Nabi Saw hijrah dan meninggalkannya di Mekkah beserta saudaranya Ummu kultsum dan Zainab di rumah suaminya. Ayahnya hijrah, ibunya meninggal, Ruqoyyah pergi, saudaranya Qasim dan Abdullah telah meninggal dunia. Setelah nabi Saw sampai di Madinah beberapa waktu, nabi mengirim Zaid bin Harisah dan salah seorang bersamanya untuk menjemput Fatimah Az-Zahra dan Ummu kultsum serta istrinya Sayyidah Saudah. Pergilah mereka dengan menunggangi unta. Di tengah perjalanan keluarlah al-Huwairist ibn Nuqoir dengan anak panah nya, ia ingin melukai anak nabi Saw dengan  menusukkan anak panah tadi ke perut unta tersebut. Maka unta itu bergerak dan jatuhlah Fatimah Az-Zahra dan Ummu kultsum. Dikatakan bahwa mereka berdua terluka dan mengeluarkan darah, namun mereka tetap melanjutkan perjalannya ke Madinah dalam kondisi seperti itu. Sesampainya di sana Nabi Saw melihat anak-anaknya datang dengan lelah dan terluka, kejadian ini membuat hati nabi sangat terluka sekali. Nabi Saw bertanya siapa yg melakukan ini dijawablah bahwa ini ulah al-Huwairist ibn Nuqoir. Maka sekembalinya nabi Saw ke Mekkah setelah bertahun-tahun di Madinah, nabi berkata "barang siapa yang melihat al-Huwairist ibn Nuqoir, maka bunuhlah dia walaupun tergantung di tembok Ka'bah". Dan orang yg mendapatkan kemuliaan membunuh orang ini ialah Sayyidina Ali bin Abi Thalib suami dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra kelak. Seakan-akan Allah ingin mengobati luka dan menyejukkan hatinya atas apa yang telah terjadi.

Nantikan kelanjutan ceritanya...


Cerita sebelumnya Kisah Sayyidah Fatimah Az-Zahrah

Alhusaini, Alhamid. 2012. "Riwayat Hidup Fatimah Az-Zahra". penerbitbacalah@gmail.com


Posting Komentar untuk "Puteri Bungsu yang Suci-Sayyidah Fatimah binti Nabi Muhammad SAW"