Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Syaidah Fatimah Az-Zahra: Menempuh hidup baru

Tak lama setelah Rasulullah Saw tiba di Madinah, beliau merencanakan pembangunan masjid. Ketika masjid dan rumah Nabi Saw telah rampung, Fatimah tinggal di situ. Rumah yang sangat sederhana, bagian-bagiannya ada yang terbuat dari batu-batu dengan perekat tanah. Ada juga yang terbuat dari pelepah kurma dan batangnya. Adapun tingginya, Hasan bin Ali, cucu Rasulullah saw berkata, " Dulu aku pernah masuk ke rumah Nabi Saw ketika aku baru menginjak usia remaja dan aku dapat menyentuh atapnya dengan tangan ku." Tempat tidur beliau pun terbuat dari kayu dan di beri sedikit pelembut kasur yang terbuat dari serabut (ijuk) pohon kurma. 


Istri ayahnya, Siti Aisyah pernah menceritakan keistimewaan antara Rasulullah Saw dan putrinya ini, beliau berkata "Aku tak pernah menyaksikan ada orang selain Fatimah yang baik diwaktu berdiri maupun duduk, lebih menyerupai Rasulullah Saw dalam hal ketenangannya, kebaikan perilaku dan pembicaraan. Apabila Fatimah datang kepada Rasulullah Saw, beliau menyambutnya, kemudian dicium dan dipersilahkan duduk di tempat duduk beliau. Apabila Rasulullah Saw datang kepada Fatimah, puterinya itu berdiri dari tempat duduknya kemudian mencium dan mempersilahkan ayahnya duduk di tempatnya." Dalam kesempatan lain Nabi Saw pernah mengatakan bahwa "wanita-wanita penghuni surga yang paling mulia ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, dan Asiah binti Muzahim, istri Fir'aun".


Jadi kalau Fatimah seorang wanita yang sedemikian tinggi martabat dan kedudukannya di kalangan keluarga Nubuwah. Maka tidak heran kalau banyak para sahabat yang inginn mendapatkan kemuliaan menjadi teman hidup dan menantu Rasulullah Saw. Pada saat itu Fatimah sudah berusia 18 tahun.


Dimulai dari Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk melamar Fatimah, namun beliau menjawab "wahai Abu Bakar, hingga saat ini ketetapan (qadha) mengenai hal itu belum lagi turun." Kemudian Abu Bakar menceritakan hal itu kepada Umar dan menyuruhnya agar menemui Rasulullah untuk meminang Fatimah. Akan tetapi Rasulullah berkata seperti sebelumnya "wahai Umar, hingga saat ini ketetapan (qadha) mengenai hal itu belum lagi turun." Lalu Abu bakar dan Umar pergi menemui Abdurrahman bin Auf kemudian memintanya untuk meminang Fatimah. Namun jawaban Rasulullah tetap sama.


Pada suatu hari, seperti biasa para sahabat berkumpul di masjid Rasulullah Saw, termasuk Abu Bakar, Umar dan Saad bin Ma'ad, sampailah mereka membicarakan masalah keagunganya Fatimah. Beberapa waktu kemudian Rasulullah Saw memanggil Abu bakar dan mengatakan kepadanya "Abu bakar, tidak bisakah kamu mengungkapkan persoalan Fatimah kepada Ali? Menurut ku, Ali tidak menyebut-nyebut Fatimah hanya karena ia sadar bahwa ia tidak mempunyai apa-apa". Tanpa menyahut lagi Abu Bakar segera pergi menemui Ali bin Abi Thalib dan menyuruhnya agar meminang Fatimah. Mendengar hal itu iman Ali tidak segera memberikan anggapannya, hanya air matanya berlinangan. Beberapa saat kemudian dengan suara parau ia berkata "wahai Abu Bakar, sunggu kau telah mengingatkan ku sesuatu yang telah lama ku lupakan. Demi Allah minatku sangat besar kepada Fatimah dan tidak ada yang menjadi penghalang bagi ku untuk meminangnya, kecuali kemiskinan ku.." Abu bakar menjawab "Ali, jangan berkata seperti itu. Sungguh bagi Allah dan Rasul-nya semua yang ada di dunia ini bagaikan debu yang berhamburan".

Akhirnya Ali memberanikan diri untuk meminang Fatimah usai di dorong oleh keluarganya atau dalam riwayat lain oleh teman-temannya termasuk Abu Bakar dan Umar.


Pada waktu yang dirasa tepat, Ali bin Abi Thalib berangkat menemui Rasulullah Saw. Usai mengucapkan salam ia duduk di dekat beliau, tak sedikit pun ia mengeluarkan perkataan karena malu. Namun Rasulullah mengerti dan memulai pembicaraan "apakah engkau ada keperluan wahai Ali? Katakanlah apa yang terkandung dalam hatimu. Segala kebutuhanmu akan ku penuhi, insyaa Allah". Dengan suara lirih sedikit gemetar dan kepala menunduk, Ali menjawab "Ya Rasulullah, engkau mengetahui dengan benar, bahwa engkaulah yang mengambil ku dari pamanmu sejak kecil, yang mengasuh dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang. Dengan perantaraan mu, Allah telah melimpahkan hidayah-Nya kepada ku dan menyelamatkan ku dari menyembah berhala. Engkaulah peganganku di dunia dan akhirat. Di samping itu aku ingin tetap di berikan kekuatan untuk dapat terus bersamamu, aku juga ingin hidup bersama isteri yang memberikan ketenangan kepadaku. Itulah sebabnya aku datang menghadapmu, ya Rasulullah... Untuk meminang putrimu, Fatimah Az-Zahra." Dengan wajah berseri-seri, Rasulullah Saw menyahut, "Marhaban wa Ahlan".

Ummu salamah, isteri Rasulullah yang menyaksikan peristiwa tersebut, di kemudian hari pernah menceritakan sebagai berikut:

"Aku melihat wajah Rasulullah Saw berseri-seri gembira dan tersenyum. Beliau masuk menemui puterinya, lalu berkata "Fatimah, engkau telah mengenal Ali bin Abi Thalib dan telah pula mengetahui kekerabatannya dengan kami. Engkau juga telah mengenal keutamaannya dalam Islam. Aku telah memohon kepada Allah SWT akan menjodohkan dirimu dengan hamba-Nya yang terbaik dan paling dicinta. Ia telah menyebutkan sesuatu tentang dirimu, lalu bagaimana pendapatmu, wahai putriku Fatimah?". Fatimah diam. Rasulullah Saw kemudian keluar sambil berkata pada dirinya sendiri "...Diamnya, menunjukkan persetujuannya..."


Rasulullah Saw tidak menambah sedikit pun kata. Beliau diam agak lama. Kemudian, Ali pun meminta izin untuk meninggalkan rumah Rasulullah. Ia pun keluar dengan pikiran bingung dan perasaan resah. Ia tidak tahu bagaimana memberikan jawaban kepada teman-temannya jika mereka bertanya. Ketika bertemu lagi dengan mereka, setelah di desak Ali menjawab "tak tahulah. Aku sudah berbicara kepada beliau, namun jawaban beliau tidak lebih dari dua perkataan Ahlan wa Sahlan". Mendengar hal itu, teman-temannya berteriak kegirangan "cukup, jawaban seperti itu sudah cukup. Beliau menyambut gembira dan rela engkau menjadi keluarganya."


Pada hari berikutnya Ali pergi lagi ke hadapan Rasulullah untuk memastikan jawabannya. Lalu Rasulullah bertanya dengan lembut "apakah engkau memiliki sesuatu?". 

"Tidak, wahai Rasulullah" jawab Ali. 

Tetapi Nabi saw ingat bahwa Ali pernah mendapat baju besi dari rampasan perang badar, "Mana baju besi al-huthamiyah yang ku berikan padamu?"

"Masih ada padaku."

"Berikanlah kepada Fatimah."

Ali pun bergegas meninggalkan tempat untuk mengambil baju besi tersebut, sebab Nabi saw menyuruhnya supaya menjual baju besi tersebut sebagai biaya pernikahan. 

Utsman membeli baju besi tersebut seharga 480 dirham. Ali menyerahkan semua uang itu kepada Rasulullah Saw. Lalu beliau memanggil Bilal untuk membeli wangi-wangian dan sisanya di serahkan kepada Ummu Salamah untuk biaya persiapan pernikahan.


Rasulullah Saw meminta Anas bin Malik untuk mengundang Abu bakar, Umar, Utsman, Thalhah, Zubair dan beberapa sahabat lainnya serta orang-orang dari kelompok Anshar untuk menyaksikan pernikahan putri beliau, Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib. Pada hari pernikahan nabi saw beserta pamannya Hamzah dan orang dari Bani Hasyim pergi menuju rumah Fatimah, beliau berpesan "jangan melakukan apa pun hingga aku kembali dari mesjid untuk sholat maghrib berjamaah, mengajar hingga sholat isya". Selama Nabi saw pergi para wanita diminta menghibur Fatimah dengan syair-syair penuh kebahagiaan. Setelah sholat isya Nabi saw kembali ke rumah Fatimah. Ketika Nabi saw masuk para wanita keluar kecuali satu orang ada yang mengatakan itu Asma atau Umu Aiman. Maka Nabi saw bertanya "mengapa engkau tidak keluar?". Dia menjawab "wahai Rasulullah sesungguhnya seorang anak perempuan pada hari ini, dia lebih memerlukan ibunya dan aku ingat bahwa ibunya Khadijah telah wafat, maka aku ingin nenghibur dan dekat dengannya". Lalu nabi mendokan Umu Aiman dan Fatimah Az-Zahra. Kemudian beliau berkhotbah:

"Sesungguhnya Allah memerintahkan aku menikahkan Fatimah dengan Ali. Aku persaksikan kepada kalian bahwa aku telah segera akan menikahkan Fatimah dengan Ali dengan mas kawin 400 mitsqal perak jika Ali ridho dengan itu. Pernikahan yang sesuai dengan sunnah-Nya serta ketentuan agama yang diwajibkan. Maka semoga Allah merukunkan kalian berdua, semoga Allah memberkahi keduanya, memperbaiki kualitas keturunan keduanya, menjadikan keturunan mereka pembuka-pembuka pintu rahmat, sumber-sumber hikmah dan pemberi rasa aman bagi umat. Demikian, aku mohon ampun kepada Allah untuk diriku dan untuk hadirin sekalian." ketika acara itu berlangsung Ali tidak berada di tempat karena ia ditugaskan oleh Rasulullah untuk suatu urusan, beberapa saat kemudian Ali datang Rasulullah saw tersenyum dan berkata "wahai Ali sesungguhnya Allah memerintahkanku menikahkanmu dengan Fatimah sungguh aku telah menikahkanmu dengan mas kawin 400 mitsqal perak." mendengar ijab dari Rasulullah saw Ali menjawab "rodhitu ya Rasulullah" setelah itu Ali sujud sebagai bentuk syukur kepada Allah swt.

Bersamaan dengan itu Nabi Saw membawa air yang beliau bacakan di air itu, kemudian memercikkan ke Fatimah dan punggungnya, ke dada Ali dan punggungnya serta mendoakan keduanya. 


Dalam riwayat Ibnu Mardawih bahwa atas permintaan Rasulullah Saw, Ali bin Abi Tholib menyampaikan sambutannya:"Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang mendekatkan kepadanya setiap manusia yang bersyukur dan memohon kepada-Nya. Sebagai hamba yang sadar, saya yakin bahwa Allah Maha Pencipta yang mewujudkan, menghidupkan dan mematikan semua makhluk. Kepada Allah SWT, saya senantiasa memohon perlindungan dan kepada-Nya pula saya beriman.... Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Rasulullah menikahkan diriku dan putri beliau Fatimah atas dasar maskawin 400 mitsqal perak. Saya minta agar semua yang hadir menjadi saksi terjadinya pernikahan ini."

Dengan demikian selesailah pernikahan Fatimah Az-Zahra dengan imam Ali bin Abi Thalib.

pernikahan ini terjadi pada bulan Rajab yakni beberapa bulan setelah kedatangan mereka di Mekah. Ketika itu Fatimah berusia 18 tahun sedangkan Ali bin Abi Tholib berusia 23 tahun. 

**

Sebagaimana yang kita lihat sekarang, pernikah sering kali menjadikan kita lalai dari perintah-Nya, sholat misalnya... Rasulullah Saw telah mengajarkan kita melalui pernikahan Fatimah Azzahra, apabila telah sampai waktu ibadah maka itu untuk ibadah, waktu agama maka itu untuk agama. Tidak ada kesempurnaan cinta seorang ayah terhadap anaknya melebihi kecintaan Rasulullah Saw kepada Fatimah Azzahra.

Posting Komentar untuk "Kisah Syaidah Fatimah Az-Zahra: Menempuh hidup baru"